Diposkan pada Fotografi, Umum

Kamera analog vs digital

Fun. Mungkin kata itu yang bisa melukiskan perasaan saya ketika menggunakan (lagi) kamera analog. Bukan berarti kamera digital kurang fun. Sama sekali tidak. Kamera digital memiliki fun tersendiri buat saya.

Vivitar V4000SKesenangan apa yang saya dapat dengan kamera analog? Tidak seperti dulu ketika saya pertama kali menggunakan kamera. Ada objek, bidik, yak foto! Tidak memikirkan aspek cahaya dan objek yang difoto. Yang jelas, sekarang saya harus berfikir dan menggambar objek yang mau difoto dalam pikiran saya sebelum menekan tombol pelepas rana. Ini melatih kepekaan dalam memotret dan dituntut untuk tidak motret asal-asalan.

selfportraitBerhubung kamera yang sedang saya gunakan ini manual, tidak ada jalan lain ketika memotret saya hanya berpedoman pada light-meter yang terdapat dalam kamera ini. Terkadang hasilnya miss dari apa yang dianjurkan oleh kamera. Untuk itu saya mulai membiasakan memotret objek yang sama tiga kali berturut dengan setelan berbeda. Biasanya hanya (salah satu) berkisar antara shutter speed (kecepatan rana) dan apperture (diafragma). Foto di atas itu saya motret diri sendiri memanfaatkan pantulan cermin. Ini ketika menyambangi kos si Ikez waktu saya pulang ke Bandung. Kondisi kamar cukup gelap, hanya diterangi lampu neon (entah berapa watt) yang tidak disarankan untuk memotret dengan kondisi penerangan seperti ini pada ISO rendah tanpa lampu kilat — damn, i hate blitz.

Dari segi biaya produksi jelas sekali kamera analog makan biaya yang tidak sedikit. Filmnya saja sekarang berkisar antara Rp. 17000 ,- s/d Rp. 22000,- (film warna dan tidak kadaluarsa). Ongkos cuci antara Rp. 5000,- s/d Rp. 8000,- dan ongkos cetak Ilford 400 35mmukuran 4R sebesar Rp. 550,- per/lembar (harga ini bervariasi). Untuk memotret/hunting foto minimal bawa 2 – 3 rol film. Untuk dokumentasi event(kenduri, pernikahan, seminar) bisa lebih dari 3 rol. Jadi saya rasa cukup mahal. Cuci-cetak foto sendiri pun harus merogoh kantong lebih dalam. Selain peralatan yang cukup mahal, bahan-bahan kimia untuk kepentingan cuci dan cetaknya pun tidak murah. Faktor inilah yang sering membuat orang berpindah dari analog ke digital.

Nikon D40Kamera digital jauh lebih praktis dan sangat murah dari sisi ongkos produksi. Hasil foto terekam dalam kartu memory. Kalau hasil foto jelek tinggal hapus, lalu foto lagi. Ekonomis. Yang perlu diperhatikan adalah kemampuan kamera bila hasilnya hendak dicetak pada kertas foto. Makin tinggi megapixels-nya maka hasilnya ketika dicetak ukurannya bisa maksimal tanpa gambarnya pecah. Contohnya kamera dengan kemampuan 6.1 MP, bisa dicetak secara optimal untuk foto ukuran 10.02 inch x 6.67 inch dengan kerapatan 300 ppi (pixels per inch). Kamera digital SLR bagus untuk belajar. Dengan syarat setelannya dibuat manual. Agar mudah memahami prinsip-prinsip cahaya dan tidak ragu untuk mencoba motret, bereksperimen. Mudah menghapus gambar yang jelek atau gagal tanpa harus ada beban. Cara kerja kamera mirip dengan mata manusia, tapi yang pasti kamera mampu menangkap warna yang tidak bisa ditangkap oleh mata normal dengan memainkan kombinasi shutter speed dan apperture.

Bicara soal hasil pemotretan, saya memilih hasil dari kamera analog. Sejauh ini, hasil cetakan dari kamera analog belum mengecewakan saya, dan bisa diperbesar sampai seluas dinding rumah (jika enlargernya memungkinkan). Hasil kamera digital bagus bila dilihat lewat monitor komputer. Tapi agak kurang bila dicetak lewat printer. Mungkin medianya, ya? Kertas dan printernya. Atau cara mencetaknya? Saya masih harus banyak belajar soal ini. Begitu juga ketika hasil cetakan foto dari kamera analog dipindai melalui mesin pemindai, hasilnya tidak begitu baik. Terlalu grainy dan noise lumayan ganggu. Tapi bisa diperbaiki lewat program pengolah gambar.

Sebagai penutup, saya ingin berbagi hasil foto kamera analog saya. Meskipun ini dicuci dan cetak di kamar gelap, namun proses leveling dan desaturasi masih menggunakan adobe photoshop. Ini hasil pemindaian film negatif. Saya kurang klop dengan metode ini sebetulnya. Terlalu grainy dan noise tinggi.

Magnificent Nine

Sembilan Jagoan , Pejaten, Jakarta Selatan 07 – 07 – 2007 pkl. 08.42
F/8 ; 1/250 ISO 200 Colour Film 35mm.

everyone can take a picture, but only a few know why they do it. have a nice weekend, guys.

Penulis:

Mobile Streetphotography enthusiast.

26 tanggapan untuk “Kamera analog vs digital

  1. Agak OE mas, atau karena proses digitasi-nya ya? Untuk have-fun, DSLR memang pilihan terbaik, tetapi untuk profesional atau komersial, kamera DSLR pro macam 1D Mark III muahal buanget je…

  2. betul sekali, Mas. OE ketika proses digitasi.

    Hehehe.. kalo 1D Mark III memang mahal.. Mungkin nanti terbeli ketika sudah terkumpul dana hasil potret lewat kamera-kamera “for fun” tadi 😀

  3. mas aku baru tau fotografi kira2 kamera apa yang bagus untuk orang yang sangat pemula, aku mulai suka jepret sejak punya kamera saku yang hanya 7,1mp dan sekarang mulai suka banget

  4. moga moga tahun depan bisa beli bodi twistdehand k100d ah… lumayan kerasa om, sekali jalan gomban.. kodak asa cepek udah naik ke 13 ribuan.. horricolor ke 14 ribuan, fuji cepek ke 15 ribuan.. mitsubhishi asa cepek ke 14 ribuan.. salam kenal.

  5. kamera digital enaknya foto itu bisa di edit lagi sesuai dengan keinginan kita, lebih bisa d variasiin lagi,, kalo yang analog gak begitu praktis, soalnya kan sekali jadi doank gak bisa di hapus di filmnya. penggunaan kamera analog itu menurut aku harus yang udah agak profesional gitu deh,,

  6. @Dini : saya setuju dengan pendapat kamu. Kamera digital menawarkan kemudahan-kemudahan dalam mengolah hasil foto kita, dan ongkos produksinya yang murah. Dua hari yang lalu saya ngobrol-ngobrol dengan seorang fotografer produk, dia mengaku lebih suka memakai kamera analog daripada digital dalam berkarya, namun dilihat dari sisi ongkos produksi… dia lebih suka digital.

    @Lia : 🙂 ya, sama-sama menghasilkan gambar… televisi pun menghasilkan gambar (dan juga suara). Bicara gambar yang dihasilkan oleh kamera (baik digital atau analog, bahkan sekarang ada ponsel berkamera) adalah berbicara soal kualitas dan pesan yang hendak disampaikan oleh gambar tersebut. Foto termasuk salah satu seni. Memahami seni tergantung kepada pemirsa yang melihatnya dan merasakannya.

    Btw, Dini dan Lia ini kerja di TransTV ya?

  7. kalo aku juga seneng kamera analog, hasil bagus harga cetak ngga’ masalah, kalo praktisnya sih bagus digital emang keren tapi hasilnya kurang memuaskan pecah-pecah apalagi yang digital pocket

  8. aku memang hobby menjepret-jepret objek yang kira2 aku suka and bagus walaupun aku gak punya dasar untuk itu alias amatiran, tapi yang jadi kendala untuk sementara saat ini adalah hardwarenya (camera), karena biarpun aku amatiran aku gak mo pakai camera poket, yaa tentunya dari hasil dari jepretan gak maksimal, klo pakai yang analog emang hasilnya bagus tapi masalahnya biaya akan menjadi bengkak (over badget) and klo yang digital masalahnya di harganya yang kuaaaaaaaaaaaaat. kepada semua temen2 aku atau yang baca sekilas info ini tolong yah kalo yang punya informasi harga camera digital and analog yang layak pakai and bagus dan murah kasih tahu dong info. siapa tahu aku punya duiiiiiiiiiiiiiiiiiit. tx

  9. @ ajik : kamera digital sekarang canggih2 lhoo, hasilnya makin mendekati kamera konvensional.. tapi makin canggih, makin mahal :p. mengikuti semboyan ada mutu ada harga.

    @mm : kapan ya, mick? saya juga masih nyari waktu yang bagus buat jalan2 nih.. sudah sumpek di jakarta 😀

    @gonggo : mas, coba disiasati nyuci film sendiri gitu :D. tapi tetap, masing2 punya kelebihan dan kekurangan. kalo buat saya pribadi sih, untuk jangka panjang, saya lebih prefer ke kamera digital. investasi awal mungkin lebih tinggi tapi untuk jangka panjang jauh lebih ekonomis :D. Ngomong2, pernah mempertimbangkan membeli kamera digital profesional 2nd hand? Semoga boleh menjadi bahan pemikiran :).

  10. kebetulan nh saya jurusan environmental science (s2) yg membutuhkan sebuah kamera yg cocok di harga dan juga dgn jurusan. rekomendasi anda ap yah? harganya jgn d atas 5 jt lah..hehehhe
    thq

  11. saya pnh denger pacar saya nge gosib bla..bla..mpe brisik. setelah bosan saya bertanya “sayang km ngomong ini itu g ada ujungnya, emang ada photonya?” buat apa kamera bagus mahal tapi “datar” apalagi dah datar gak ada negativ/positif filmnya sebagai bukti kepemilikan..g penting pake kamera apa yg paling penting orang dibalik kamera. bisa dibandingkan kan untuk menyamai resolusi hasil pemotretan analog sekalipun itu kamera setandar butuh kamera digital yang wow harganya, coba aja kalkulasi lagi mahal mana. bagi penikmat photography pentingkan yg namanya resolusi, lagian yg namanya kesenangan memang mahal harganya(T_T). Art itu bukan berarti feodal, art pny ruang sendiri. gak bisa disatuin dengan “tren” atau gaya² an. dan tren juga pny ruang yg bebas. smua tergantung dimana kita bicara. didalam museum affandi tentu lebih mahal lukisan affandi kan drpd foto lukisan affandi. itulah kenapa saya memilih kamera analog pemberian dari bokap gue ^^ ” ART”

  12. kamera analoq menurut q memberi nilai histori berbeda saat pemotretan,,,
    tentunya semua ada kelebihan dan kekuranganya masing2..
    tapi analoq in my soul..

  13. assalam mas saya ad kamera canon analog slr krna udaa lama gga dipake jdi agak sdikit ngadad mnta sarannya donk mas bgusnya baikinnya dmana

  14. saya masih memakai kamera analog, kepuasan mengontrol foto dengan hasil yang tidak bisa dilihat instan membuat greget saya menekan shutter kamera analog semakin besar.

Tinggalkan Balasan ke warda zikra Batalkan balasan